Terorisme masih
menjadi isu yang mencekam. Setelah terjadi peristiwa peledakan atau
lainnya, polisi dapat dipastikan sibuk menetapkan daftar tersangka dan
adakalanya mulai menyebarkan foto wajah, mencari orang yang diduga
sebagai pelaku. Dalam mengidentifikasi wajah pelaku atau buronan, salah
satu caranya adalah dengan mencocokkan wajah tersangka dengan arsip
foto. Persoalan menjadi rumit jika arsip foto sangat besar dan proses
pencarian dilakukan secara manual. Cara ini butuh waktu cukup lama.
Melihat persoalan
itu, Rahmat Widyanto, Ketua Program Pascasarjana Ilmu Komputer
Universitas Indonesia
sekaligus Manajer Riset di Fakultas Ilmu Komputer, kini mengembangkan
Sistem Temu Kembali Citra Wajah. Perangkat lunak itu dipamerkan dalam
Gelar Ilmu dan Inovasi Universitas Indonesia 2007 dua pekan lalu.
Perangkat itu dikembangkan dengan memerhatikan kekhasan fitur wajah
orang Indonesia .
Menurut
Rahmat, sistem itu dikembangkan dengan menggunakan metode eigenface dan
jarak euclidean. Metode eigenface digunakan untuk melakukan ekstraksi
ciri wajah yang penting. Eigenface berbasis pada principal component
analysis (PCA), pendekatan yang terbilang paling sukses untuk
mengekstraksi informasi wajah.
Metode ini menggunakan proyeksi ruang citra
wajah dengan dimensi tinggi ke ruang ciri dengan dimensi lebih rendah.
Jarak euclidean digunakan untuk mengukur nilai kemiripan antara dua
citra wajah. Semakin kecil jarak antara dua citra wajah, semakin tinggi
nilai kemiripannya. Gambar wajah dalam basis data diekstraksi lalu
disimpan.
"Ketika pengguna memasukkan gambar wajah yang ingin
diidentifikasi, sistem akan mencari kesamaan antara input data dengan
gambar wajah yang ada di basis data," ujar Rahmat yang mendapatkan gelar
master dan doktor dari Tokyo Institute of Technology di bidang
computional intelegent itu.
Sistem tersebut mampu menemukan citra wajah
yang relevan terhadap citra masukan dengan tingkat ketepatan rata-rata
87 persen terhadap basis data citra wajah yang digunakan. Proses
ekstraksi ciri wajah terbilang sederhana, cepat, dan efisien.
Rahmat mengatakan,
perangkat lunak itu dapat dihubungkan dengan kamera yang kemudian secara
otomatis berdasarkan gambar yang dihasilkan, sistem akan mencari apakah
wajah itu ada di dalam daftar cekal atau buron. Perangkat itu akan
sangat bermanfaat bagi dunia kepolisian. Alat pengenal wajah ini
strategis ditempatkan di bandara-bandara, khusus penerbangan ke luar
negeri, yang biasanya melalui meja pengecekan dokumen. Alat itu juga
akan amat bermanfaat jika digunakan di markas polisi untuk mengenali
wajah-wajah pelaku kejahatan.
Di Universitas Indonesia
sendiri, Rahmat sedang berdiskusi dengan pihak panitia seleksi
penerimaan mahasiswa baru untuk menggunakan alat itu. Penggunaan alat
itu terutama untuk menghindari praktik joki. "Pernah ada kasus dalam
formulir pendaftaran foto wajahnya perempuan, tetapi saat penerimaan
yang datang ternyata laki-laki. Dengan alat itu, dapat dicocokkan
kesamaan wajah," ujarnya.
Pada tahap laboratorium dan prototipe,
perangkat lunak itu dapat digunakan. "Untuk basis data, kami mengambil
contoh wajah dari 500 mahasiswa Universitas Indonesia
dan gambar-gambar lain dari internet. Sekarang tinggal bersinergi
dengan pihak yang membutuhkannya," ujarnya.
Tanpa bantuan
ilustrator
Dalam pengembangannya, laboratorium yang dipimpin
Rahmat juga mengembangkan Perangkat Lunak Cerdas untuk Identifikasi
Wajah Buron dengan fuzzy similarity measure. Program itu merupakan
bagian dari Riset Unggulan Universitas Indonesia ,
Program Unggulan dan masih dalam pengerjaan.
Identifikasi wajah di
kepolisian biasanya dengan pembuatan sketsa wajah oleh ilustrator
berdasarkan keterangan saksi. Sketsa itu lalu dicocokkan dengan basis
data foto wajah di kepolisian. Kedua tahap ini memiliki masalah besar.
Pada tahap pertama,
akurasi sketsa wajah sangat bergantung pada kemampuan interpretasi
ilustrator dan kemampuan verbal saksi dalam mengungkapkan ciri-ciri
wajah. Pada tahap kedua, petugas pencari foto pada basis data dapat
mengalami kejenuhan karena harus membandingkan sketsa wajah dengan semua
foto yang ada.
Perangkat lunak yang dikembangkan Rahmat menggunakan
antarmuka user friendly yang dapat digunakan untuk memvisualisasi
sketsa wajah buronan tanpa bantuan ilustrator. Pengguna dan saksi dapat
langsung membuat sketsa wajah tanpa bantuan ilustrator. Mereka cukup
memasukkan ciri-ciri verbal dari wajah yang akan diidentifikasi dengan
cara memilih properti dari setiap ciri wajah yang akan digunakan sebagai
komponen pencari. Untuk lebih mengarahkan pengguna dalam memilih ciri,
untuk setiap pilihan properti akan diberi suatu ilustrasi berupa sketsa
dari ciri wajah yang dipilih. Permasalahan yang ditimbulkan oleh
keterbatasan kemampuan saksi dalam mendeskripsikan ciri-ciri wajah
secara verbal pun teratasi.
Hal terpenting yang harus diperhatikan,
kata Rahmat, ialah jumlah fitur setiap penciri wajah tidak boleh diisi
sembarangan. Semakin banyak pilihan akan semakin membingungkan saksi.
Fitur-fitur yang diletakkan pada bagian antarmuka pengguna harus yang
benar-benar bisa merepresentasikan generalisasi dari setiap bentuk umum
dari ciri yang dimiliki penciri wajah.
Sketsa wajah ini
kemudian digunakan untuk mencari foto wajah buronan pada basis data
menggunakan teknik kecerdasan buatan yaitu fuzzy similarity measure.
Teknik ini memungkinkan pencarian data dengan tingkat kompleksitas
tinggi sehingga hasil pencarian lebih akurat. Keluaran dari perangkat
lunak ini adalah daftar foto wajah buronan yang diurut berdasarkan
tingkat kemiripannya. Proses pencarian akan dilakukan secara bertahap
untuk setiap ciri wajah yang telah ditentukan.
Sejauh ini, di seluruh
dunia telah dikembangkan beberapa perangkat lunak untuk identifikasi
wajah, seperti FACES, Faces-Composite Picture Programe, FACETTE, dan
Comphotofit. Perangkat itu merekonstruksi beberapa bagian yang
signifikan seperti rambut, dahi, alis, mata, pipi, hidung, mulut, dan
rahang. Penggunanya antara lain Badan Pusat Intelijen AS (CIA) dan Biro
Investigasi Federal AS (FBI).
Hanya saja, perangkat lunak tersebut tidak
mempunyai fitur wajah dengan kekhasan ciri wajah orang Indonesia .
Kelemahan lainnya adalah tidak mempunyai fasilitas pencarian
berdasarkan sketsa wajah pada basis data foto wajah.
Terkait penelitian itu,
Rahmat dan timnya telah berkunjung ke kepolisian. Untuk keperluan
identifikasi wajah, Badan Reserse Kriminal Polri Bagian Pusat
Identifikasi menerbitkan buku Petunjuk Teknis Nomor Pol:
Juknis/01/VIII/2006 tentang Sketsa Raut Wajah. Ciri-ciri wajah yang
dimuat di dalam buku tersebut akan digunakan tim itu sebagai acuan
pencocokan ciri wajah pada perangkat lunak yang dikembangkan.
Rahmat mengatakan,
penelitian tersebut diperkirakan akan rampung tahun depan. Dia berharap
penelitian-penelitian itu bermanfaat bagi masyarakat, terutama bagi
pihak-pihak terkait, seperti kepolisian agar kelak para buronan yang
meresahkan masyarakat semakin mudah terdeteksi.(KOMPAS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar